Saturday, July 29, 2017

12 Macam Seni Tari Tradisional Banyuwangi


Tari Gandrung

Gandrung adalah seni tari khas masyarakat Using yang sekarang menjadi
maskot Kabupaten Banyuwangi. Seorang penari gandrung identik dengan perempuan
yang bergulu menjangan berkaki kijang, yang berarti lincah bagai rusa dan memiliki
suara yang merdu. Struktur pementasan gandrung meliputi jejer, paju, dan seblangseblang.
Musik iringan gending jejer yang semula rancak berganti menjadi lembut
dan penari melantunkan gending Padha Nonton sebagai lagu wajib pembuka.

Gandrung merupakan salah satu jenis kesenian tradisional Using yang
keberadaannya tetap diminati oleh masyarakat. Salah satu keunikan seni gandrung
ialah terpadunya gerakan tari yang dinamis dengan suara instrumen yang beragam
dan bersuara rancak bersahut-sahutan.

Dalam pertunjukan gandrung seorang penari
gandrung seringkali melantunkan pantun-pantun Using baik yang terdiri dari dua
larik maupun empat larik. Pantun-pantun tersebut ada yang bernuansa agama dan ada
pula yang bernuansa asmara.


Tari Seblang


Seni tari seblang merupakan tarian sakral yang berkaitan dengan upacara
magis untuk mendatangkan roh halus, roh leluhur atau Hyang. Jenis seni tari yang
hanya terdapat di Desa Olehsari dan Bakungan, Kecamatan Galagah, Kabupaten
Banyuwangi ini diperkirakan sebagai peninggalan kebudayaan pra-Hindu yang
sampai sekarang masih hidup dan tetap dilestarikan.

Tari seblang adalah tarian yang diiringi gamelan dan dilakukan oleh seseorang dalam keadaan kejiman atau tidak
sadarkan diri (intrance) karena kerasukan atau keserupan roh halus, roh leluhur, atau
Hyang. Tarian ini merupakan sarana pemujaan terhadap roh halus, baik roh yang
bersifat baik maupun yang tidak baik. Jadi,

gerakan-gerakan yang ada pada tari
seblang merupakan gerakan tarian roh yang merasuk ke wadah penari. Ciri-ciri
gerakannya yiatu dilakukan dengan ritme yang monoton.


Pementasan seni tari ini hanya dilaksanakan sekali dalam setahun, yaitu
setiap tanggal 1 Suro bertepatan dengan dilaksanakannya upacara bersih desa atau
selamatan desa. Bila pementasan tari seblang tidak diadakan diramalkan akan
menimbulkan malapetaka bagi masyarakat desa Olehsari.

Atas petunjuk roh halus,
pada saat ini pementasan tari seblang dilaksanakan pada setiap Hari Raya Syawal,
yaitu tiga atau empat hari sesudahnya. Pementasan tari Seblang dimulai pukul 13.00
sampai dengan pukul 16.00 selama satu minggu.




Tari Barong


Kesenian barong merupakan teater rakyat yang memadukan unsur tari, musik,
dan lagu serta cerita yang telah baku dan turun-temurun. Pada awalnya, seni ini
merupakan seni pertunjukan yang bersifat sakral dan pementasannya dilaksanakan
hanya pada saat-saat tertentu,

misalnya pada saat upacara bersih desa yang
diselenggarakan pada minggu pertama bulan Haji (Besar). Tetapi, dewasa ini seni
barong sudah menjadi pertunjukan yang bersifat hiburan sehingga bisa dipentaskan
pada saat pesta perkawinan, khitanan, atau pergelaran-pergelaran seni lainnya.
Kesenian ini merupakan seni rakyat yang secara khusus mengandung ciri

khas Using, baik yang menyangkut musik, tari, dialog, maupun ceritanya. Di
Kabupaten Banyuwangi yang masih mempertahankan orisinilitas kesenian barong
kurang lebih berjumlah empat kelompok, yaitu kelompok Seni Barong Kemiren,

Mandalikan, Mangli, dan Jambersari. Akan tetapi, dari keempat kelompok itu hanya
kelompok seni barong Kemiren saja yang masih utuh “keUsingannya” dan sering
melakukan pementasan.
Seni Barong di desa Kemiren diciptakan oleh Eyang Buyut Tompo pada
sekitar 1830-an. Pada saat itu di desa Kemiren ada pertunjukan Seblang yang
dimainkan Embah Sapua. Ketika penari seblang kesurupan, terjadilah dialog dengan

Eyang Buyut Tompo agar pementasan seblang dipindah ke desa Ole-Olean
(Olehsari), sedangkan di desa Kemiren dipentaskan seni barong. Sejak saat itu ada
ketentuan yang harus dipegang teguh oleh masyarakat, yakni masyarakat desa

Olehsari tidak boleh mementaskan barong. Seni Barong yang diciptakan Buyut
Tompo ini didasari oleh leluhur masyarakat Kemiren, Eyang Buyut Cili, yakni tokoh
yang dimitoskan dan dianggap sebagai danyang atau penjaga desa Kemiren. Oleh
karenanya setiap pementasan, yakni tatkala barong mengalami kesurupan yang
masuk adalah Buyut Cili.


Tari Hadrah Kuntulan

Kesenian hadrah kuntulan lahir tidak terlepas dari sejarah perkembangan
Islam di Banyuwangi. Sebelumnya, hadrah kuntulan ini bernama seni hadrah
barjanji. Menurut beberapa seniman kuntulan berasal dari kuntul, nama sejenis
unggas berbulu putih, yang selanjutnya warna putih ini dijadikan sebagai warna

busana yang dipakai para pemainnya. Sementara itu, beberapa seniman yang lainnya
seperti Hasan Singodimayan, Andang CJ, dan Sudibjo Aries berpendapat bahwa
nama kuntulan secara etimologis berasal dari kata arab kuntubil yang artinya
terselenggara pada malam hari. Kata tersebut berkaitan dengan aktifitas santri setelah

belajar mengaji, yaitu untuk melepaskan rasa jenuh pada malam hari mereka
mengadakan kegiatan dengan melontarkan pujian-pujian yang berbentuk syair
barjanji dengan diiringi rebana disertai gerakan-gerakan yang monoton.

Pementasan seni hadrah kuntulan berupa tarian rodat (penari laki-laki) yang
diiringi dengan rebana ditingkahi vokal barjanjen atau asrokal. Pada awal
kelahirannya, di saat pementasan semua penarinya adalah laki-laki karena
masyarakat menganggap tabu dan melanggar ajaran agama Islam jika tarian tersebut

diperagakan oleh perempuan. Gerakan yang digunakan juga sangat sederhana, yaitu
gerakan yang menggambarkan orang shalat, wudu’ dan adzan. Dalam perkembangan
selanjutnya, seni hadrah kuntulan mengalami berbagai pernyempurnaan, baik dalam
instrumen musik, tarian, busana, maupun penampilan wanita dalam pementasan.

Tari Padhang Ulan

Masyarakat Banyuwangi mempunyai sifat ceria, baik dalam permainan
maupun dalam kesenian. Ketika bulan purnama (padhang ulan) antara tanggal 13–17
bulan Jawa, kaum muda mengadakan permainan di perkampungan-perkampungan
maupun di pantai, baik secara berkelompok maupun berpasangan. Pada saat seperti
5

ini dimanfaatkan untuk bersenang-senang saja atau untuk mencari jodoh. Situasi
seperti inilah yang akhirnya memberikan inspirasi kepada para seniman Banyuwangi
untuk menciptakan lagu-lagu, gending, dan tari padhang ulan (terang bulan). Sesuai
dengan situasi yang melatarbelakanginya, maka tari padhang ulang mempunyai ciri
khas lincah, gembira, dan agak erotis.

Tari Sabuk Mangir

Tari sabuk mangir memiliki latar belakang yang bersifat magis. Istilah sabuk
mangir merupakan perpaduan dari dua kata, yaitu sabuk berarti ikat pinggang dan
mangir nama sebuah desa di Rogojampi. Sabuk mangir terkenal sebagai sabuk sakti
orang Mangir. Berdasarkan kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib yang berada
dalam sabuk tersebut, orang Mangir berusaha melawan musuh-musuhnya, baik yang
musuh yang fisik maupun non-fisik.


Tari Puputan Bayu

Latar belakang tarian ini adalah sebuah ceritera perjuangan seorang wanita
bernama Sayuwiwit yang berperang melawan Belanda (VOC). Sayuwiwit
mengorganisir para pemudi di zamannya dalam sebuah pasukan wanita yang
disegani kawan maupun lawan. Pasukan wanita yang dipimpin oleh srikandi

Sayuwiwit ini yang melakukan perlawanan terhadap VOC dengan perang puputan.
Perang puputan adalah perang habis-habisan yang menimbulkan banyak korban, baik
di pihak lawan maupun di pihak Sayuwiwit. Perang puputan di desa Bayu inilah
yang menjadi inspirasi terciptanya tari puputan bayu.

Tari Pupus Widuri

Pupus widuri terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Using, yaitu
pupus yang berarti daun muda dan widuri adalah nama sejenis makhluk cantik atau
bidadari. Jadi, makna kata pupus widuri adalah gadis muda yang sangat cantik
seperti bidadari. Oleh karena itu, tarian ini dilakukan oleh seorang gadis yang baru

menanjak remaja. Tari pupus widuri merupakan gabungan dari beberapa gerak tari
tradisional Banyuwangi, seperti tari seblang, tari gandrung, tari gridhoan, dan tari
sedemikian rupa sehingga menjadi suatu gerak yang harmonis dan bisa membuat
penonton terpesona, baik oleh gerakan maupun kecantikan penarinya.

Tari Keter Wadon

Keter wadon adalah sebuah tari yang diilhami oleh kegiatan burung-burung
pipit yang lincah, bebas berkeliaran di udara, mencari makan di mana-mana tanpa
ada yang menghalangi, kecuali si anak nakal. Mereka beterbangan di udara, hinggap
di atas pohon, bermain di telaga bening, berjemur di panas matahari sambil

bercengkerama. Namun, malang karena seekor dari mereka jatuh dipanah, disumpit
atau ditembak oleh seseorang yang jahil sehingga ia ditinggal pergi oleh temantemannya
yang lari ketakutan dan mencari dunia yang lebih bebas dan aman.

Walang Kadung

Tari walang kadung adalah salah satu seni tradisional daerah Banyuwangi
yang penciptaannya berdasarkan pengalaman atau pengamatan terhadap kehidupan
walang kadung di pohon-pohon atau dedaunan. Walang kadung merupakan jenis

serangga yang biasa hidup di daun-daun muda pohon jambu kluthuk (jambu batu).
Jika diperhatikan, gerakan binatang ini sangat menarik, terutama pada kaki
depannya, kaki belakang yang panjang tidak pernah diam, kepalanya yang tidak
pernah tunduk, serta matanya yang selalu terbelalak.

Tari Jaranan Buto

Kesenian jaranan buto berasal dari desa Cemetuk Kecamatan Cluring,
Kabupaten Banyuwangi. Istilah jaranan buto mengadopsi nama tokoh legendaris
Minakjinggo (terdapat anggapan bahwa Minakjinggo itu bukan berkepala manusia,
melainkan berkepala raksasa). Instrumen musik jaranan buta terdiri atas seperangkat

gamelan yang terdiri dari 2 bongan (musik perkusi), 2 gong (besar dan kecil) atau
kencur, sompret (seruling), kecer (instrumen musik berbentuk seperti penutup gelas
yang terbuat dari lempengan tembaga), dan 2 kendang. Sebagai isntrumen
peraganya/utamanya adalah replika (penampang samping) kuda raksasa yang terbuat
dari anyaman bambu. Wajah raksasa didominasi warna merah menyala, dengan

kedua matanya yang besar sedang melotot. Dalam pementasannya masih dilengkapi
dengan tiga jenis topeng buto (raksasa), celengan (#### hutan) dan kucingan (kucing)
yang kesemuanya terbuat dari kulit. Topeng-topeng ini ini harus digunakan secara
bergantian oleh para pemainnya, baik pemain laki-laki maupun pemain perempuan.

Tari Campursari

Kesenian campursari disebut juga mocoan pacul gowang (seni baca naskah),
yang merupakan lahirnya seni pertunjukan yang kemudian dinamai seni campurcari.
Pementasan diawali dengan mocoan pacul gowang berupa pembacaan naskah lontar
berbahasa Jawa Kuna dan Jawa Pertengahan yang berisi riwayat Nabi Yusuf.

Pembacaan naksah lontar ini dilakukan secara ritmis, dan tunduk terhadap aturan
panjang pendek vokal (guru lagu), pupuh atau bait nama tembang (syair) yang
dilagukan. Pada umumnya pupuh yang digunakan adalah pupuh macapat yang
berasal dari tradisi Jawa, seperti Dandanggula, Kinanti, Pucung, Sinom, dan

Asmaradana. Seusai pembacaan naskah lontar, acara dilanjutkan dengan atraksi
penampilan jenis kesenian lain seperti, kuntulan, janger, gandrung, rengganis,
jinggoan, tarian daerah, kendang kempul, lawak, dan dangdutan. Satu genre
kesenian yang tidak masuk dalam paket campur sari adalah barongan.

Source : GOOGLE.COM

Friday, August 23, 2013

Keindahan Wisata Umbul Bening Banyuwangi

pemandangan wisata alam yang  masih asri ,air yang sangat jernih dan bersih
yang keluar langsung dari sumber pegunungan asli
membuat wisata ini selalu ramai banyak di kunjungi para wisatawan lokal dan wisatawan dari 
luar kota ..wisata alam umbul bening ini mempunyai 4 kolam renang dengan berbagai ukuran
dan bentuk sampai kedalaman 40cm sampai 2meter ,pengunjung bebas
mau berenang dimana aja sesuai seleranya ...di smping kolam renang di bangun pondok/gasebo untuk bersantai menikmati pemandangan yang masih alami
di lengkapi taman yang indah dan tempat bermain anak anak
wisata umbul bening ini juga sering di gunakan  untuk tempat perkemahan,
jangan takut kelaparan karena tempat ini banyak kios2 menjual berbagai
 makanan dan miniman dengan harga yang terjangkau
untuk wilayah wisata umbul bening ini ..bertempat  di 
desa SUMBERGONDO
kecamatan: GLENMORE
BANYUWANGI

DI BAWAH INI ADALAH PEMANDANGAN WISATA UMBUL BENING

Keindahan Wisata Umbul Bening Banyuwangi
Keindahan Wisata Umbul Bening Banyuwangi
Keindahan Wisata Umbul Bening Banyuwangi


Keindahan Wisata Umbul Bening Banyuwangi

SELAMAT BERKUNJUNG DI WISATA UMBUL BENING
SEMOGA LIBURAN ANDA MENYENANGKAN


Thursday, August 22, 2013

Wisata Alam Umbul Pule Banyuwangi

Wisata Alam Umbul Pule Banyuwangi


UMBUL PULE adalah sebuah telaga jernih yang konon airnya tak pernah surut meski musim kemarau panjang tiba. Air air yang dikeluarkan oleh mata air umbul oleh penduduk sekitar digunakan untuk mengembangkan usaha di sektor pertanian,perikanan, air minum, dan wisata.

Usaha yang disebut terakhir ini yang akhirnya banyak memberi warna dan dampak positirf bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, sehingga tidak aneh kalau dalam perkembangannya Umbul Pule lebih dikenal sebagai salah satu tempat wisata populer yang banyak dikunjungi pengunjung yang berasal dari berbagai daerah di Banyuwangi maupun luar kota.

Umbul Pule terletak di Desa Sumbergondo, Kec. Glenmore. Tempat wisata yang lokasinya sekitar 10 Km ke arah utara kota Genteng ini, menyuguhkan wahana kolam renang dan seluncur air. Alam pedesaan Sumbergondo masih asri. Udara di sekitarnyanya sejuk, ditambah pemandangan indah di lereng Gunung Raung.

Wisata Alam Umbul Pule Banyuwangi


Selain kolam renang utama, terdapat sebuah kolam renang modern yang dilengkapi dengan taman dan bumi perkemahan. Kolam renang dengan air yang benar-benar dingin, dilengkapi dengan waterboom yang lumayan tinggi dengan suasana pegunungan yang masih asri. Sebuah tempat wisata yang tidak boleh terlewatkan ketika anda berada di Banyuwangi.

Wisata Alam Umbul Pule Banyuwangi

Letak Umbul Pule yang bersebelahan dengan tempat wisata sejenis yang bernama Umbul Bening, sering kali membuat pengunjung salah masuk. Awalnya mungkin ingin ke Umbul Pule, tapi malah masuk ke Umbul Bening, atau sebaliknya. Tapi sebenarnya tidak masalah, karena kedua tempat wisata ini sama indahnya.

Tips Menuju Wisata Umbul Pule
Dari kecamatan Genteng ke utara sejauh 7 km menuju kecamatan Sempu. Dari kecamatan Sempu menuju desa Sumbergondo, kecamatan glenmore sejauh 3 km melewati stasiun Kalisetail dan stasiun Sumberwadung untuk selanjutnya mengikuti petunjuk jalan menuju lokasi.

sumber : www.banyuwangi.us






Belajar Bahasa Osing Dengan Kamus Lengkap

Belajar Bahasa Osing Dengan Kamus


A
Apalagi : paran maning
Apalagi kamu: Nyalingo hiro
Acap kali : paceke,angger
Alasan : Anggul-anggul
Ada : ono,onok
Aduk : guthek
Ada apa : ono paran
Adu : bombong
Agar supaya : myakne, Myane
Air : byanyu
Air meluap( deras ): Belabur
Akan : Nak
Aku : Isun, sun, hun
Akrab/kenal : Wawuh
Akar : Odod
Ajaran : Wuruk
Ambil : ampet, juwut
Ampas kopi : Gedhoh
Amuk : Imuk
Angkat : Junjung
Anak yang masih kecil/balita : Teek
Anak/pemuda : lare
Anak laki-laki : thulik, lik
Anak perempuan : jebeng, beng
Anak yg blm tahu apa2/hijau : lare buru sore
Ancam : ancas
Ancur : Riyukk
Anda : riko
Anda( yg di hormati) :ndiko
Andai : mungguo,Anggone
Alot : Waled
Apa : paran
B
Bambu : Jajang
Basah : kepos
Babi hutan : Celeng
Basah kuyup : Kelumus
Bablas : larad
Balapan : Gyalapan
Bakar-bakaran : Opor-oporan
Bagusan : anguryan
Bagusan : Banguryan
Bagaimana : kelendhi (kelendhay jika dibelakang kalimat)
Bantah : talar, nalar
Bapak : bapak (byapak)
Baru tumbuh : Merujuk
bandel (tidak bisa diberi nasihat) : cengkal
barusan : buru
Bau badan yg tak sedap : Beledhus
Bawah pintu : jerajabyan
Berenang : Ngeloyong
Bersinar : Mencorot,mencirat
Berlari : Melayu/melayau
Bentak : gemprak
Bertunas : Meltik
Ber(berapa): Jak (berapa orang anaknya=Jak piro larenek)
Bertunas : Merujuk
Berdesak-desakan : Wel- welan
Besar tinggi :Junggrang,jungglang
Biar : makne,myane
Biarkan : genengno
Bermain : memengan .
Berputar kencang sekali : Lenged
Berputar2 lepas kendali : Ngontreng
Bening : Kening
Bibi : Bik
Belok : beluk
Bedug : Jedhor
Begini : gedigi (gedigai)
Begitu : gedigu (gedigau)
Berani sekali : angas
Beramai- ramai = Ompyok-ompyokan
Berangkat  :  Mangkat
Berat :abot
Berkilauan/bercahaya : MUbyar
Berika,taruhkan,tempelkan : ndonono
Berani : wanen
Berserak : Mbelakrak
Besar : Gedhig
Betul-betul : Seru
Beranian : wanenan
Bandel : Mbenu/mbenau
Bandel /ngeyel : Cengkal
Belepotan dimulutnya : gujreh.
Berhenti : ngempos
Berhubung : sarehne
Betah : pernah
Bekas : Pecak
Betis : Kempol
Bersihkan BAB dg air = cewok
Bikin betah : mernahi
Bicara/marah : celathu (untuk perempuan)
Blambangan : blambyangan
Bohong : gubab (gubyab)
Bolos : lencur, melencur
Bubungan : wuwunyan
Buka sedikit : mingis
Buka lebar-lebar : Jemblang
Bukalah; Jemblangen (bukalah pintunya = Jemblangen lawangek)
Bulan : ulan (baca ulyan)
Bunga : kembang (kembyang)
Bodoh : bongol/goblog
Bodoh sekali : lengek
Bodoh sekali : belog
Bodoh dan pelupa : Dongong
Bukakan : Engekno
Buka : Bliyak
Buang : Buyang
Bungkus nasi/kue yg menggunakan daun pisang ; Ethuk
Bukit : Puthuk
Buah kelapa yg masih sangat muda : Cengkir
Buru-buru/tergopoh-gopoh : Gopoh
Busyett : Cerret
Busyeet : Nagud ( Busyet dah = Nagud oro… )
Busyet : Byalakk ( Busyet dah = Byalak aw……. }
Busyet : borrok ( busyet dah = Borrok oro weh….)
Busyet : Celleng oro ( Kasar )
C
Cari : golek golet.
Carikan : golekeno, golekaken
Cepat : gancang (gyancang)
Ceria : gromyoh
Ceroboh : ampah
Cekung/menjorok kedalam : DEkok
Cekung kebawah/berubah bentuk : Jelekong
Celingukan : Perdang-perding
Cemburu : Cupar
Cigukan : Sigunen
Cium : ambung
Mencium: Ngambung
Cincin : gelang alit
Cinta : demen
Ciduk sayur : Erus
Coba : abero
Coba : Aruo
Coba : Acake
Contoh : Tulodho
Condong : Doyong
Cuma : mung
D
Dari pada : ketimbyang, Timbyangeno
Daki : Kathak
Dibiarkan : digenengaken
Debu : Lebu
Dekat : parek
Di bohongi : Di apeni
Depak,sepak,terjang : Ndumpak,dhupak
Dengan : ambi
Dengan : Kambi
Dengan segala upaya : takal-takalan,petakalan
debu= lebu
Di : ring, nong
Di marahi : Di uwel
Diapakan : Dikapak
Dibawa : digowo
Dibawa dan terseret : Diterak
Diseret : diered
Di bawah tempat tidur : Longan
Dipotong-potong menggunakan tangan/tanpa meggunakan alat : Potheng-potheng
Dimasukkan ke air : Nclob
Dia : yane
Disimpan : diparoti
Dulu(waktu) : bengen
Dulu sekali : Wingek
Duluan : sulung ( baca solong)
Dower/menganga: Njebebeh
E
Entah : embuh
Enakan : alung
Encer : Ancang
Enggan : sungkan
Empedu : Amperu (MUtah amperu; mutah sampai terasa di empedu)
Ekor terpotong : Bukung
F
Fasih /jelas : Kecoh
G
Galah panjang : Ganjur
Galah : Sengget
Ganti : Genten
Gantian : Gentenan
Gayamu( Sifat/tingkah) : Abete {kasar)
Garis : Garit
Gurau/merayu : gredoan
Gerah/berkeringt : ongkeb
Gempar : Ontrag
Gemericik : Gemerojhog
Gelap : Jumbleng
Gaya bicara yang ekspresif, dinamis, dan dramatis : Aclak
Gigih : tatak
Giat : Patheng
Guru : gurau
Gurau(canca) : muyab
Gemetar : Nderini
Gosong : Gempung
Gondrong dan kumal : Jibros
H
habis = enteng
Hambar : Campak
Hancur : Ndedek
Hadang : Bebeng
Hati2/sabar : Serantan
Hancur : Empur
Hancur : Lutrek
hantu: cubok
Hanya : Mung
Hajar : Sait
Hajar beramai-ramai : Krutugh
Hangus : Gempung
Heboh : Ruces
Hadapi : depani
Hitam : cemeng
Hitung : Reko
Hitam sekali : nggelinseng
Hilang sedikit : Gothang
Hilang/ pergi : Mamut
I
Ingkar : nyulayani
Ingkar : Suloyo
Ingat : enget
Ibu : mak
Istri : rabi
Impas : pakpok
Injak : idek
Injak dg keras (sengaja) : Gejroh
Ikat : Puket
Ikat : Cancang
ikat (dibuat permainan) :ketheni
Intip : inceng
Ingin Lagi : Kuryangen
Itulah makanya: Prandane
J
Jadi : poco/k
Jalan : lurung
Jalan-jalan keluar rumah : nggeledrek
Jari : driji
Jatuh : temebluk, tibok
Jatuh dari atas : Temebluk, cicir
Jatuh karena salah jalan : Keseliring
Jatuh tersandung/terpelosok: Kejiglang
Juga : Ugo, pisan
Jalan/lari kehilangan kendali dari ketinggian ; Larad
Jatuh tertelungkup : tibo kesereb
Jera : Kawus
Jemput : Papag
Jangankan : ojo papak
Jalan jalan tak menentu : ngelepek
Jalan : lurung
Jalan pelan(u/suara); gemerecek
Berjalan (berirama) : Tayongan
Jotos : Jorong
Jotos : Sontok
Jongkok ; ngogrok
Jumpa : carok
K
Kampak : Perkul
Kamu : Siro
Kain lap : Kusut
Kaku : Kekok
Kepeleset ; geberejed
Kalah sebelum bertanding : Nggeledeg
Kalah sebelum bertanding : Ngelencur
Kacamata : tasemak
Kakak laki2 : kang
Kakak perempuan : Mbok
Kakak yang masih kecil : kang ilik
Karena : Kerono
Karena : Polae
Kagum : kajon
Kalau : kadhung,kocap
Kalah menang urusan belakang : Kalah cacak menang cacak
Kalah menang urusan belakang :Kalah cacak menang apruo
Kakak perempuan : mbok
Kakek : kakik
Kalau : kadung
Kalau : Kadhak,dhak
Kamu : siro, iro, hiro
Kasih, sayang : welas
Kira : Tanggo ( hun tanggo riko mau nyang pasar = sy kira kamu kepasar)
Kemarin : Wingyenanek
kemarin: Sabhane
Kenapa : apuo
Keinginan yg menggebu : kayalen
Kena : Keneng
Ketakutan sekali(terkejut) : Gegeten
Ketagihan : Kuryangen
Kecil/ringan : Rencek
Kecil sekali : cilil
Kecuali : kejobo
Kepala yg berdarah : Bucur
Kebanyakan air : Kimbyang-kimbyang
Kebiasaan/biasa : Tumyan
Kenyang/puas sekali : Mongod-mongod
Kenyang ,sering,puas : Tuwuk
Kental : Kenthel
Keras kepala : wangkot
Kesiangan/kurang tidur : karipan
Keruh : getuh
Ketemu : kecaruk
Kena : Keneng
Keterlaluan : keseron-seron
Kebanyakan : Kejolok
Kebagian : Umyan(tdk kebagian= heng Umyan)
Ketombe : reki
Kekar : dhempak
Keras/alot : Atos
Kipas : ilir
Kipas-kipas : ilir-ilir
Kramas : wowong
Konyol : Kenyab
Korek api : coret
Kothor sekali : Belebegh
KOyak : sbrak
koyak: bongak
koyak  kecil : bered
Kurus : gering
Kurus : Kenci/ai
Kuat : Tatag
Kuat,gagah,berotot : Pethekel
Kupas : Kencet
L
Larang : Penging
lancar : Gyangsar
Lantang(banyak bicara) : Cabyak
lancar: kemelser
Larang /marah: Uwel
Dilarang dgn marah2 : Di uwel
Letoy ,lemas : Lesuh
Lebih baik : anguryan,angur Byangur
Lagi : maning
Lama : lawas
Lama/usang : Luwas
Laris : Gyaros
Lampu : dyamar
Lampu lentera : dyamar telempek
Lelaki belum menikah : lancing
Lepas : coplok
Lempar : benthuk
lempar : uncal
Lemak(gajih) : Lemon
terlempar beberapa kali : muncal- muncal
Lempar dengan sengaja : Clorong
Lemas : Lesuh
Dilemparkan: Diclorongaken
dilempar-lemparkan : Diclorong-clorongaken
Lengket : Jangged
Lebat : sekali miyut
Lari ketakutan = ngepret
Luas : wero/ Werok
Lubang kecil : Jelowokan
Lubang besar : Juglangan
Lunak sekali : Genjur/Nyunyur
Luka /infeksi : Borok
Lumpur : Belethok
Licin : Lunyau
Lidi : Semat
Lewat : liwyat
Lihatlah : delengen tah
Lompat : mlencung,Temencog
Lucu : lucau
M
Main : mengan
dipermainkan(spt barang mainan): diewel-ewel
Mampus : lodhong
Mampus kau : Lodhong iro.
masak ?(kaget) :Endane
Masak iya?( Kaget ): Using tah
Mangkok : jembung
Masak(buah): mateng
masak sekali/lunak(buah): nyunyur
masak sebelum waktunya ; genjur
Mantap sekali : Kesemek-kesemek
Mantra : sowok {ada yang putih dan hitam)
mantra untuk pertandingan : Rapuh
Mantra untk pengobatan : Sowok
Mantra untuk kejahatan : Sowok,tenung,sihir
Mantra untuk pengasihan : Santet
Mantra yg ditempatkan disuatu tempat : Pesengan(mantra dibungkus)
Marah/murka : Moring
Matikan(tiup) : Kebes
Makan : madhyang
Masak? : endyane?
Masak ? : Using tah?
Masih : magih
Mata : moto
Mendidih : gemulyak
Mempermainkan yang lebih tua : Kenyab
Meskipun : masio.ambekno
Meniti jalan agar tdk jatuh(sambil pegangan) : NGampar
Memang : Mulok
Mendingan : Aluk
Memang : Setalangan ( memang ngapain kamu disitu?=setalangan ono paran siro ring konok?)
Memasukkan sesuatu kelobang : Lodhok
Memekakkan telinga : Gumbleng
Menggairahkan : kenyes-kenyes
Menghiraukan /mengindahkan : melengon
Menjemur badan biar kering : Caring
Merunduk : Mungkruk
Mengasah pisau : Ongkal
Tidak menghiraukan : heng melengon.
Menyamakan/tidak membeda-bedakan (terkesan tidak sopan) : Bingkak
Menyebabkan mabok : Muronai
Mengapa : apuwo
Meja : mijo
Melingkar : melekintheng
Menggelikan/memuakkan : Ndol
Menginjak : Mancad
Melepaskan serangan tangan : Sait
Meletus : meledos
Merajuk : Ngambul
Merah muda : Kapuronto
Suka merajuk : Ngambulan
Merona : Mberanang
Menyusut : Kimples
Mempan : tedyas
Memasukkan tangan : Ludhek
Menyelesaikan : Mungkasai
Menyembul : Mungub
Memanggal : Puges,pugel
Membuka yang ditunggu : Ludhang
Membersihkan /memukul ke badan dg alat yg tdk membahayakan : Gebros
Menyebrang : Sabrang
Mati(kasar) : Bongko
Malas makan karena aromanya : Uneg-unegen
Monyet : bojog
Mulut yang ditampar : tempong
Musang : luwyak
Marah gak menentu : emok
Marah : Moreng/moring
Minyak tanah : Lengo gas
Mutar-mutar tersesat: Unyeng-unyengan
Muncrat : Meloncrot
Muntah : Melekok
Monyet : Bojog
N
Nampak : Katon
Nenek : Embyah
Nakal : Tambeng
Nakal : Mbenu/mbenau
Nanti malah : Gulakane
Nanti malah : Tuwyas
Nama : aran
Nikmat : gurih
Nikmat sekali : Enjyong
Nikmat sekali : Sokheh
Nyaman : mernahi
Nafsu sekali,semangat : Gyayab
Nutupi : Ningguli
Ketutupan : Ketinggulyan
O
Oles : boreh
Orang : lare, wong
Orang Osing : wong osing.
Orangtua : wong tuwyek
Ogah : emong/mong
P
Pacar : Sir-siran
Pacaran : Sir-siran
Pacaran : Byakalan
Paha : Pokang
Pasrah : Lilo
Pasrahkan : Lilakeno
Padahal : mongko
Panggung : Tratag
Papan :Belabag
Peras : Wejek
Paha ; Kempol
Padam : kebes
Padahal : Saliho
Paling-paling /mungkin : nai, nawi (nawai)
Paling : seru
Panen padi : Ngyampung
Panggilan pasaran ,Dab(jogja) , Rek (surabaya) : Laré ,Ndoh, pek, thulin (Osing)
Paman ; Man
Patah : Kuthung
Pastinya : Ukuryane
Penakut : Getap
Peyot : Desok
Peyot kebawah : Jelekong
Pecah : bencah
pecah berkepingpkeping : sewelan
Penampilan yg kumuh : Dywhoss
Penuh : Bhekk
Pikiran jadi plong : penyar
Pisau : Lading
Parang : Boding
Pisang selai : Sale, gedhang goreng sabun
Pisah/pecah : Pethal
Peliharaan : rumyatan
Percaya diri : juwyari
Plan-pelan : Edheng-edheng
Penuh : mamblegk
Penutup masakan(terbuat dari tanah ) : kekeb
Perhatian : gyati
Perhatikan : ibuka’en [Ibukeno solong lare ikau = Perhatikan dulu anak itu)
Pelit : melid,Medit
Pelit sekali : Kumed
Pegangan senjata : Pesantikan
Pertama : kawitan
Pertamanya : Maunane
Penakut : Kacangan
penakut : Getap
Pegang : Candhak
pegang -pegang = uchek-uchek
PSK : senuk
Perangkap duri besar : Sunggrak.( benda2 runcing/duri yang mematikan pada perang bayu. banyak dipasang jebakan-jebakan yang dinamakan sungga (parit yang di dalamnya dipenuhi sunggrak)
Pukul pakai barang yg tdk membahayakan : gebros
Pukul pakai kayu : Sampat (biasanya utk anak2 kecil)
Pukul pakai kayu daun kelapa : Mbongkok
pukulan telak : Jhemethot
terkena telak(karena jatuh,pukulan) : jhemekok
Putus : Tugel, Pedhot
Putus : Suwing
putar :  unyeng
putar kencang sekali  : lenged
putar di tempat(orang): ipek-ipek
Putus /Selesai : Campleng
Puas / berulang kali : Towok
Punggung : Boyokk
Pusing : munyer
R
Ranting bambu : Sangkrah
Ragu-ragu: Mang-mangen
Ramai /ricuh : Royak
Ribut : Obyogh
Rakus : kerahang
Rakus sekali : byangsong,kerahang
Rata: rotok
tidak rata : mrongkol
Retak : Bengkah,bengkrah
Ribut : Gomprang
Robek : Suwek,Suwak
Rombak : Bugreh
Rusak(wajah) : Njepopor
Rusak sampai berair : Berrek
Rusak : Lutrek, Lonyod
Rusak : Rencem
Rusak parah : Lekrekan
Rusak : Jebod
Rusak : galir
Rumah : umyah
Ruang tamu : Byalek
Ruang dapur : Pawon
S
Sabuk : Epek
Saja : byaen
Saja : Beloko, Belokon( digu beloko moring yahh = begitu saja marah }
Saking : serang
Salah jalan : Kebabyas
Sampai : taker
Sampai segitunya ; Mesasat
sampai tujuan : gadug
Sampah : deketan
sampah berserakan ; deket
Santet : pengasihan(magis merah/kuning)
tenung/sihir : magis hitam(versi osing)
sowok : magis putih
Sangat : kari (ditempatkan sebelum kata sifat), temenan
sanggup = kaup
Sawi : sawen
Saya : ingsun,isun, hun
Sayup-sayup : lamat-lamat
Sayap : Serwiwi/ai
Sayang : eman
Sayang (cinta) : welas
Sayur : jangan
Sayur nangka : jangan tombol
Sayur dari belondo :Jangan lerobyan {belondo : sisa pengolahan minyak kelentik/kelapa)
seregh =kunci
slorogyan  : laci
sleregyan : slide
sarang : mencegah hujan
suggyal : bertingkah liar
Sedih sekali : keronto-ronto
Sebaya : Sakpantaran
Sebenarnya : Berane
Seret : Ered
Sering/ Kebiasaan : Tumyan
Sembuh : aron
Semerbak : semembrung
Sendiri : dewek
Sedang/ pas lagi : Byangete
Sering : kerep,angger
Sering : Pati
Sendirian : dewekan
Senggama : Ancik
Bersenggama : Ancik-ancikan,ondo-ondoan
Senyum : unyik,monyik
Sembunyi : sengidyan
Sembunyikan : Sengidyakaken
Semoga : Mugi
Sejak/semenjak : Sakat
Sesuai : Bera-i
Seperti ini : gedigEnan
Seperti itu : GedigOnan
Setengah gila : serepet
Siapa : sopo, hopo
Siap : Cawis
Sikap/tingkah : abed
Sikapmu : Abed iro (kasar)
Silau : Kedhapen
silau : ulap
Sisir rambut : Garu/au
sedang menyisir rambut : Garuan
Sirsak : nongko londo
Sudah : wis
Suka taruh barang sembarangan : tembyeler
Sobek menganga : Bongak
Sobek jadi dua : Sibrak
Sompel : guwang
Sombong : Gathak
sombong : anggak
Suara jatuh dengan tiba2 : Gemerubyas
Suara mengagetkan yg tiba2 : Gemerosak
Suka memberi : Awean
supel : gromyoh
T
Tajam : Landhep
Tangga : Ondok
Tata : tap
Tetapi : taping
Tadi : mauko
Tadi : muko
Tamak / rakus : kerahang
Tampar : tempeleng,tabyas
Tampar : tapeng
Tampar : tabyas
Tampar : Tempeleng,Tapuk
Tangan kosong : enthal-enthul
Tangkai : janjang
Tanda jadi : cenceng
Tarik : anyeng
Tarik dengan paksa : Ampred
Tarik-tarikan : anyeng-anyengan
Taruh = ando
Tega : mentolo
Teriak : Berak
Teriak : kauk-kauk
Ternyata : temakno.
Ternyata : Ketang
Terang sekali : Byarak
Terima kasih : terimo
terima kasih nak: trimo ya lik
Tendang : Tanduk
Telak : Jemethot
Tumbang : gemerubyas
Tetapi : taping
tetapi : naming
Tertipu malu : Kepilis
Teriak-teriak : Berak-berak
Tempat duduk panjang/lebar ; Peloncok
Tempat duduk pendek ditanah : Jhodhogh
Terbelalak : moto walangen
Terbirit-birit : ngidit, ngepret
Terkam : Terbas
Tergila-gila : keloyong-loyong
Terjun : temencog
Ternyata : temakno
Ternyata9seumpama) : Cumpune
Ternyata(masih) : Mandaneo
Teguh pendirian tanpa kompromi : Ladhak
Terpeleset : kebelandur
Terperosok : kejelowok
terperosok: kejerongkong
Tergores : bered
Terlempar : Melethuk
Terlalu : Seru
Tergores : Bebres
Teluh : Sowok,sihir
Terlalu kering : merkingking
Terlalu : Ambek-ambekaneo
Tidak menghiraukan : heng melengon.Tersebar : semebyar
Tempat cuci tangan : Kobokan
Terserah : paran jare
Terbahak-bahak : Cekakakan
Tersenyum : monyik
Terlanjur : WEs kadhung
Telanjang : mbyangkang
Telanjang bulat : Mbyangkang kelenthang
Tempat u/ menggiling bumbu yang terbuat dari batu : Jebeg
( Alat untuk menggiling : Canthuk
Tempat sampah umum : Lebuh
Tempat duduk pendek/dingklik : Jodog
Tersangkut : Kesanggleg
Nyangkut: Nyanggleg
Tempat minuman/gelas yg terbuat dari besi/almunium yg ukurannya lebih besar dari gelas biasanya : Bintrong
Tersiksa : kapiliro
tersiksa : keronto-ronto
Terkejut dan salah tingkah : Protongan
Tersedak : Kebeselek
Teringat/termenung : Kantru-kantru
Tertawa : gemuyu
Tertawa terpingkal-pingkal : kekel
Terengah-engah : Ngonsrong
Teriak-teriak : Berak-berak
Terseret : Keli/kelai
Tertipu malu : kepeles
Tiba-tiba : Moro-moro
Tidak sabar(senang): Omes-omes.
Tidak rata : Lebyak medekul
Tidak : osing,oseng,sing, heng,
Tidak tahu apa-apa : Bengok
Tidak apa-apa: sing paran-paran
Tidak apa-apa : Madak paran-paran
Tidak bagus(tdk semestinya) : Heng endo-endo
Tidak bisa diam :ngewod
Tidak ada : nono, sing ono
Tidak suka,muak: Reged
Tidak mau : Emong.
Tidak mau dikasi tahu : Cengkal
Tidak Khas lagi : Camah
Tidak kuat : rempi
Tinggal : Kari
Tikam : Tujes
Tidak percaya :nyaléng,nyalingo,salingo( Tangan isun kang cilik byain heng melebau nyaling tangan iro hang gedigh)
Tongkol Pisang : Ontong
Tiduran : nggelinting, gelintingan,leyek-leyek
Tuli sesaat :gumbleng/ kumpleng
Tua sekali : Nekek
Tutup(u/pintuatau jendela):  Neb
Tumpul : Papak
Tiup : Semprong
Tumpul : Geblugh
Tumbang : gemerubyas
U
Uang : Picis
Uang : Yotro
Ubi kayu : Sawi/ai
Ubi jalar : Sabrang
Untuk : kanggo
Usir(binanang) : Getak
Usang : Bluwek
Usah : Kathik (Heng kathikan weh = gak usah dah )
Usang : Luwas
Umpama : Cumpune
umpama = kadung
dak/ kadak : UMpama
Ugal-ugalan : Mursal
Ular : Ulogk
Urap : Kerawu/au
Umpat/misuh : Celleng
W
Wanita : wadon
Wah! : “byek!(ungkapan)
Wah : “Bebyek(ungkapan)
Wah : “Boros”(ungkapan)
Waktu : Wayah
Wajah kotor(karena baru bangun tidur ) : Korep
Wajar : Mupakat (Tdk wajar : heng mupakat}
Walau : Ambekno
Walau : Masio
Wajah : Praenan
Waspada : Amening
Y
Yang : kang, hang
Ya : yok,Iyok

penerjemah: Oleh :Rofiklaros/ki kuda kedhapan




Sejarah Berdiri nya Laskar Blambangan

Sejarah Berdiri nya Laskar Blambangan

Predikat Using dilekatkan kepada masyarakat Blambangan karena kecenderungan mereka menarik diri dari pergaulan dengan masyarakat pendatang pasca perang Puputan Bayu. Pendudukan VOC di Blambangan tentu saja memerlukan banyak tenaga kerja untuk menjalankan usaha-usaha eksploitasi di Blambangan. Oleh karena itu, kemudian VOC mendatangkan banyak pekerja dari Jawa Tengah dan Madura dalam jumlah besar,sementara sisa-sisa masyarakat Blambangan /wong osing yang mayoritas telah memilih untuk mengucilkan diri di pegunungan.


Sesekali interaksi terjadi, antara masyarakat asli dan pendatang. Dalam interaksi tersebut, masyarakat asli acapkali menggunakan istilah “sing” atau “hing” yang berarti “tidak”. Dari sanalah penamaan Wong Using berasal. Sementara masyarakat asli menyebut kaum pendatang dengan istilah “Wong Kiye”. Selain perkataan “tidak” yang mencirikan penolakan interaksi dengan pendatang, masyarakat Using juga menggunakan peristilahan yang “kasar” seperti asu, celeng, luwak, bajul atau bojok. Menurut Hasnan Singodimayan, peristilahan itu selain sebagai bahasa sandi juga mempertegas penolakan masyarakat Using terhadap berbagai bentuk “penjajahan” yang dialami dalam perjalanan sejarah mereka.


Penduduk sisa-sisa rakyat Blambangan yang mendiami wilayah Kabupaten Banyuwangi, sebagian Jember, Bondowoso, Situbondo dan Lumajang disebut masyarakat Using. Dulu sebelum dibakukan, banyak menulis dengan kata “Osing” kadang juga “Oseng”, namun setelah diurai secara fonetis oleh pakar Linguisitik dari Universitas Udayana Bali (Prof Heru Santoso), diperoleh kesepakatan resmi dengan menulis kata “Using” yang berarti “Tidak”.

Pertanyaannya, kenapa orang asli Blambangan disebut Using? Penyebutan itu, sebetulnya bukan permintaan orang-orang Blambangan. Ini lebih merupakan ungkapan prustasi dari penjajah Belanda saat itu, karena selalu gagal membunjuk orang-orang sisa Kerajaan Blambangan untuk bekerja sama. Kendati pimpinan mereka sudah dikalahkan, tetapi tidak secara otomatis menyerah kepada musuh. Sikap yang sama, juga ditujukkan saat awal-awal Orde Baru berkuasa, orang Banyuwangi paling susah diajak kerja sama, atau menjadi pegawai Negeri. Mereka masih menganggap, pemerintahan yang ada tidak jauh berbeda dengan penjajah Belanda.


Meski akhirnya sikap “Sing” ini berangsur-angsur melunak, dengan banyaknya orang Using yang menjadi pegawai negeri, atau masuk ranah-ranah publik yang sebelumnya tidak pernah dilakukan, namun nama “Using” sudah terlanjur melekat. Bahkan tumbuh kebanggan kolektif, bila disebut sebagai orang Using. Setelah generasi-generasi muda itu, tahu sejarah bagaimana nenek moyangnya berjuang mati-matian, mempertahankan wilayah dan harga diri.


Perang “Puputan” atau juga dikenal perang habis-habisan, akhirnya dijadikan tonggak hari lahirnya Kabupaten Banyuwangi. Pertimbangannya, semangat heroik dari tentara Blambangan ini diharapkan bisa menjadi tauladan. Bahkan seorang penulis asal Belanda menyebutkan, jika rakyat Blambangan hanya tinggal berapa ribu saja. Sebagai bentuk penekanan terhadap warkat Blambangan, kepala laskar Blambangan yang kalah perang, ditancapkan di sepanjang jalan. Meski demikian, sisa rakyat Blambangan tidak langsung menyerah dan tunduk kepada musuh.


Mereka memilih mengungsi ke gunung atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Mereka berkomunikasi menggunakan bahasa-bahasa sandi, berupa nama-nama bintang. Kelang bahasa sandi ini menjadi umpatan khas wong Using. Selain itu, bahasa Using dikenal mempunyai ratusan dialek. Setiap kampung-kampung Using, bisa diidentifikasi dari cara mereka berbicara dan berpakaian. Misalnya dalam satu pertemuan besar di sebuah lapangan, maka mereka akan mudah mengenali orang Using dari daerah mana, dari cara mereka berbicara.


Selain itu, ternyata kampung-kampung Using tidak ada yang menghadap jalan raya. Umumnya kampung Using itu merupakan jalan kecil dari sebuah jalan raya beraspal, kemudian di kawasan itu berjubel pemukiman. Meski berada di pedesaan, namun kampung-kampung Using terkenal padat. Ini ternyata tidak lepas dari sejarah masa lalu wong Using yang selalu dilanda ketakutan, pasca kekalahan laskar Blambangan pada Perang Puputan Bayu. Mereka selalu berkelompok dan selalu mewaspadai kedatangan orang asing.


Akibat tidak mau bekerja sama dengan Belanda, praktis Wong Using mengkonsentrasikan hidupnya di sektor pertanian. Sementara sentra-sentra perekonomian lain di Banyuwangi, justru banyak ditempati orang di luar Banyuwangi. Sektor perkebunan yang rata-rata saat itu milik Belanda dan Inggris, banyak dikerjakan orang Madura. Saat itu, wong Using sangat menolak keras kerja sama dengan Belanda dan pemilik kebun. Sektor laut, justru banyak dilakukan orang-orang dari Madura, seperti di Muncar.

Sektor pemerintahan bisa ditebak, tidak ada orang-orang Using yang mau bekerja di sektor ini. Meski diantara mereka ada yang sekolah hingga perguruan tinggi, namun tidak begitu saja orang-orang Using mengijinkan anaknya menjadi pegawai negeri. Mereka masih beranggapan, pemerintahan itu adalah penjajah, karena melanjutkan pemerintahan yang dibentuk Belanda. Sikap menolak bekerjasama dengan musuh ini, bisa dilihat dari keberadaan Pabrik Gula.


Meski Banyuwangi merupakan wilayah pertanian yang subur, namun Belanda saat itu tidak berhasil memaksa warga Banyuwangi untuk menanam tebu sebagai pemasok pabrik gula. Padahal di Jember dan Situbondo, bertengger sejumlah pabrik gula. Nyaris kehidupan feodal hanya tumbuh di perkebunan, seperti di wilayah Glenmore dan Kalibaru.


Dari aspek seni-budaya, orang luar banyak menyatakan. jika budaya dan kesenian Banyuwangi merupakan perpaduan Jawa-Madura dan Bali. Pernyataan ini memang tidak terbantahkan, karena letak geografis Banyuwangi yang berdekatan dengan Bali. Namun ada yang menarik dari catatan Sejarawan asal Belanda TG. Pigeaud dalam bukunya Runtuhkan Kerajaan Mataram Islam.


Dalam buku itu disebutkan. jika wilayah Kerajaan Blambangan saat itu, menjadi rebutan antara Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung dengan kerajaan Mengwi di Bali. Dr. Theodoor Gautier Thomas Pigeaud menyatakan, suatusaat pengaruh Bali sangat kuat dalam segala aspek kehidupan rakyat Blambangan, maka saat itu pula pengaruh Mataram melemah.


Namun apabila Mataram sudah bisa mengusai kembali sendi-sendi kehidupan di Blambangan, saat itu juga pengarusnya secara sosial kemasyarakat juga akan kuat. Dalam proses inilah, lahir kesenian semacam Janger yang mirip dengan langedrian yang ada di Yogyakarta, dengan cerita diambil dari Serat Damarwulan yang ditulis Pujangga di Kerajaan Mataram. Atau Kesenian Praburoro yang mengabil cerita Hikayat Amir Hamzah (Kata orang Using: Amir Ambyah),


kesenian ini juga bisa ditemukan di Sleman DIY. Janger bentuk sampaan seperti Ketoprak, sedang Praburoro seperti Wayang Orang. Namun mocopat yang berkembang di Banyuwangi, bukan berasal dari kalangan Keraton, melainkan mocopat pesisiran. Nama-nama pupuhnya hampir sama, hanya ada penekanan pada pupuh-pupuh tertentu.


Setelah itu, orang-orang Mataraman atau bisa disebut Jowo Kulon mulai masuk Banyuwangi, trerutama daerah selatan. Mereka juga membawa kesenian, seperti wayang, Reog Ponorogo dan kesenian Jawa lainnya. Namun dalam perkembangannya, terjadi asimilasi. Misalnya, secara teknis seniman Banyuwangi itu mempunyai ciri khas dalam memukul alat musik, yaitu tekhnik timpalan. Ini terjadi baik cara memukul gamelan, maupun rebana (terbang).


Namun dalam kehidupan sosial, kadang orang-orang pendatang ini merasa lebih tinggi dibanding orang asli Banyuwangi. Mereka memang mengusai sektor-sektor formal. Misalnya pegawai Negeri di Kabupaten hingga Kecamatan, banyak dijabat orang pendatang. Mereka yang masih selaran dengan perjuangan Mataram ini, kadang memandang orang asli Banyuwangi sebelah mata. Padangan orang terbelakang dan tidak mau diajak maju, kadang sulit dihilangkan. Apalagi pada saat jaman pergolakan poilitik, kesenian dan senimam Banyuwangi yang yang tergabung dan digunakan propaganda oleh PKI. Lengkap sudah penderitaan sisa-sisa Laskar Blambangan ini.


Sebagai pemilik syah atas warisan leluhurnya,ternyata orang-orang Using sangat sulit memperjuangkan Bahasa Using sebagai materi ajar di sejumlah sekolah dasar. Ini tidak heran, karena para pejabat di Pemkab Banyuwangi dan Dinas Pendidikan saat itu, memang dijabat orang Jowo Kulonan. Mereka masih beragapan sebagai penjajah, karena menganggap Bahasa using sebagai sub-dealek dari Bahasa Jawa. Padahal berdasarkan penelitian Profersor Heru Santoso,

Using bukan sebagai dialek-Jawa,tetapi sudah merupakan bahasa sendiri. Tentu kaidah-kaidah menetukan suatu bahasa disebut bahasa sendiri, bukan sebagai dialek, sudah dikupas panjang lebar oleh Pakar Linguistik dari Udayana Bali ini.


Bahkan peneliti dari Balai Bahasa Yogyakarta, Wedawaty menyebutkan, jika bahasa Using dan Bahasa Jawa itu kedudukannya sama sebagai turunan dari Bahasa Jawa Kuno ayau Bahasa Kawi. Bahasa Jawa sekarang lebih berkembang, terutama adanya strata atau tingkatan bahasa sesuai kasta dan umur. Namun bahasa Using terlihat lebih statis, karena tidak mengenal tingkatan tutur, seperti Bahasa kawi induknya. Bahkan Budayawan using, Hasan Ali menduga, kota kata Bahasa Bali dalam Balines-Nederland yang disusun seorang misionaris Belanda adalah kota kata Bahasa using, karena penyusunlan puluhan tahun tinggal di Blambangan, sebelum bisa menyebrang ke Bali.


Alahmdullah, setelah puluhan tahun perjuangan, akhirnya Bahasa Using diajarkan di tingkat SD dan SMP. Ini tidak lepas dari uapaya keras dari Budayan yang tergabung dalam Dewan Kesenian Blambangan (DKB) dan Budayawan Hasan Ali yang menyusun Kamu Using. Berngasur-angsur wong Using juga mulai menunjukkan eksistensi dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan sempat menempatkan Syamsul Hadi yang orang Using sebagai Bupati, meski akhirnya terjerat sejumlah kasus korupsi. Sebelumnya, Bupati Banyuwangi selalu dijabat orang dari luar dan tentara tentunya. Saat Orde Lama pernah dijabat M Yusuf, itupun sementara setelah Bupati aslinya terlibat PKI.


Saat Orde Baru, ternyata meneruskan Mataram. Bisa percaya bisa tidak, dua pejabat Bupati banyuwangi berasal dari Mojokerto (dulu Majapahit), yaitu Djoko Supaat dan T. Pornomo Sidik. Saat Mataram menguasai Blambangan, juga menggunakan backgorund Majahit dalam cerita Damarwulan untuk mendiskreditkan Raja Blambangan…..

sumber
Newsletter Ngaji Budaya PUSPeK Averroes, 2003
hasansentot2008.blogdetik.com